CARA SHOOTING

I. MENGENALI MEDAN : OUT DOOR / INDOOR

Melakukan shooting berarti mewakili orang lain untuk memilihkan adegan-adegan apa yang akan disaksikan. Dengan kata lain kita “mewakili” mata orang lain. Hal ini juga berarti mewakili selera pemirsa. Oleh karena itu pengambilan gambar yang baik adalah pengambilan gambar yang dapat memuaskan pemirsa.
Sebagai contoh :alangkah kecewanya pemirsa jika melihat hasil liputan anda tentang tertangkapnya seorang pembunuh, jika yang dapat mereka saksikan hanya  gambar punggung pembunuh  di antara kerumunan orang-orang yang menangkapnya, karena anda mengambil gambar dari belakang si pembunuh, mengikuti orang-orang yang menggiringnya dari belakang.
Atau sebaliknya : anda mengambil si pembunuh dari bagian depannya, namun menghadap matahari (back light), sehingga sipembunuh cuma terlihat sebagai bayangan hitam yang berjalan kearah anda.
Oleh karena itu pengambilan gambar atau shooting harus dilakukan dengan “persiapan”  pengetahuan  tentangmedan.
Pengambilan gambar dapat  secara mudah dikenali sebagai INDOOR (dalam sebuah ruangan,studio, maupun auditorium yang luas) dan OUTDOOR ( di alam bebas,lapangan maupun di jalanan. Secara teknis perbedaan lapangan tersebut menyebabkan adanya  perbedaan perlakuan di sana-sini.
Umumnya pada pengambilan gambar INDOOR, para kameramen biasanya selalu menggunakan tripod. Sebaliknya pengambilan gambar di lapangan seperti NEWS jarang menggunakan tripod, melainkan hand held alias dipanggul saja dibahu. Bahkan dengan  handycam cukup digenggam saja. Namun untuk pengambilan gambar pada pembuatan film, penggunaan tripod justru sangat wajib. Bahkan crane, jimmy jib, dolly tripod sangat diperlukan.
Pada pengambilan gambar INDOOR penggunaan lighting atau pencahayaan sangat diperlukan, karena pada umumnya cahaya dari lampu ruangan kurang memadai. Sebaliknya pada pengambilan gambar untuk liputan NEWS di lapangan, kameramen jarang memerlukan lampu tambahan, kecuali pada situasi malam atau dalam  tempat gelap. Sedangkan pada pembuatan film, penggunaan lampu sangat diperlukan, baik untuk membuat effect maupun  untuk menghasilkan gambar yang baik.
II. PERGERAKAN KAMERA : HARUS BERALASAN.

Dalam sebuah tugas pengambilan gambar yang paling sederhana, hanya ada seorang saja yang bekerja, yaitu kameramen. Dia memutuskan hal-hal apa saja yang  perlu diambil gambarnya dengan kamera, sesuai dengan tema liputannya.  Namun dalam dunia pertelevisian, khususnya  di bagian NEWS (pemberitaan), setidak-tidaknya  harus ada dua orang professional yang pergi ke lapangan untuk meliput berita, yaitu seorang reporter dan seorang kameramen.
Reporter bertugas mengumpulkan berita dan data-data yang diperlukan, sedangkan kameramen bertugas mengambil gambar-gambar yang sesuai dengan kebutuhan liputan. Kemudian reporter dan kameramen bekerjasama melakukan wawancara  pada tokoh-tokoh yang menjadi pusat berita, ataunarasumber yang dianggap penting untuk kelengkapan sebuah berita.
Reporter mempunyai hak untuk meminta kameramen mengambil gambar-gambar khusus dari obyek tertentu, sampai kepada detail shot dan angle yang dikehendaki.
Pada saat kameramen mengambil gambar pada sebuah liputan peristiwa, pada saat itulah dia harus  terus menyesuaikan pergerakan kamera dengan situasi.
Dalam hal ini, pergerakan kamera yang tidak beralasan justru akan membuat hasil pengambilan gambar jadi  buruk dan kehilangan makna
Pada bab sebelumya  telah dijelaskan jenis-jenis pergerakan kamera, namun kegunaannya ataupun kapan harus menggunakan gerakan-gerakan tersebut, belum tuntas kita bahas.
Dibawah ini beberapa tips pergerakan kamera dalam pengambilan gambar :
a. Jangan menggerakkan secara PAN kamera pada suatu adegan atau benda yang statis, hanya dengan tujuan untuk memperlihatkan sebuah titik yang menarik kepada titik yang lain. PAN hanya digunakan pada orang yang bergerak atau obyek bergerak.
Mengapa demikian ? Sebab jika kamera digerakkan secara PAN maka akan menarik perhatian  dan mengacaukan pikiran dari pemirsa pada pokok materi.
Gerakan PAN seperti itu tidak mempunyai motif, jadi malah membuyarkan perhatian pada obyek . Lagi pula secara natural,dalam kenyataan mata manusia tidak melakukan gerakan PAN ketika  melihat obyek yang diam.
Gerakan  PAN juga digunakan untuk memperlihatkan suatu  panorama yang luas seperti pegunungan dan lembah,suatu obyek yang  panjang atau lebar .Karena keterbatasan frame kamera, maka dalam satu pengambilan hanya dapat dihasilkan sepotong dari obyek atau panorama yang sempit saja. Oleh karena itu dilakukan gerakan pengambilan gambar PAN agar seluruh obyek / panorama  terlihat
Gerakan PAN yang sangat lambat pada sebuah lansekap (pemandangan luas) bisa ditolerir,karena mata juga bisa melakukannya tanpa membuat obyek jadi tak jelas(blur).
Jadi jika mengambil gambar obyek diam pada sebuah ruangan atau di sebuah panggung, jangan menggunakan gerakan PAN, kecuali ingin mengambil back drop  atau spanduk-spanduk / caption-caption yang berisikan tulisan bersambungan
Apalagi fast pan, atau gerakan pan secara cepat, sangat kurang baik, karena akan mengakibatkan efek  coretan
Seperti juga untuk semua jenis gerakan kamera, ketika memulai mengambil sebuah shot, janganlah tiba-tiba melakukan gerakan PAN atau  TRACK, CRAB, dan zoom. Setelah kamera dalam posisi record, biarkan selama beberapa detik ( 4 sampai 5 detik) sebelum melakukan gerakan. Demikian juga ketika  ingin menghentikan record, tunggulah beberapa detik setelah berhenti bergerak. Waktu still beberapa detik ini berguna dalam editing , sehingga pemirsa mempunyai kesempatan untuk  ‘mengerti’ sejenak apa yang akan disaksikan, sebelum kamera bergerak.
b. Jangan melakukan gerakan PAN ke kanan lalu PAN ke kiri berulang-ulang pada sebuah obyek. Cukup sekali saja gerakan PAN ke suatu arah dilakukan.
Contohnya : ketika anda mengambil gambar serombongan orang bergerak menuju pintu ke luar di sebelah kiri, maka kamera anda mengikutinya dengan melakukan gerakan PAN ke kiri.Tetapi setelah kamera anda sampai ke muka pintu, kemudian anda langsung melakukan gerakan PAN ke kanan, ke arah sisa rombongan yang berada di bagian belakang, lalu ketika sudah sampai pada rombongan yang paling belakang, kamera anda gerakkan lagi PAN ke kiri. Hal ini hanya membuat pemirsa merasa anda kebingungan dalam memilih. Hasilnya seperti orang mengecat tembok: dikuas ke kanan, lalu kekiri, lalu ke kanan lagi.
Sangat tidak enak dinikmati.
Begitu juga untuk gerakan TILT UP dan TILT DOWN. Hindari melakukan pergerakan kamera TILT UP lalu TILT DOWN berulang-ulang. Membuat pemirsa pusing dan bosan.
Anda boleh saja merekam secara seperti di atas untuk keperluan kelengkapan pendokumentasian, namun nantinya  dalam hasil ahir, harus diedit, dipotong, dipisahkan, agar gerak PAN kanan PAN kiri yang berulang-ulang tidak tersajikan dalam hasil akhir.
c)Jangan melakukan track back (gerakan kamera bersama tripod mundur kebelakang) kecuali dengan obyek manusia yang bergerak menuju kamera.
Pada intinya, ini merupakan perluasan dari aturan nomor a) di atas, yaitu jangan membuat pergerakan kamera tanpa alasan yang jelas bagi pemirsa.
Gerakan track back pada orang yang bergerak menuju arah kamera adalah untuk tetap menjaga jarak . Juga ketika mengambil sekelompok orang yang bergerak , gerakan track back mempunyai alasan,yaitu menjaga agar tidak ada anggota dari kelompok yang hilang dari  frame..
Juga ketika sedang mengambil gambar seseorang yang duduk dengan shot medium close up ,tiba-tiba orang tersebut bangkit berdiri, maka kamera bisa melakukan gerakan track back, atau zoom out ,agar  orang tersebut masih tetap masuk dalam frame camera. Gerakan track back berkesan meninggalkan lokasi.
Contoh lain adalah ketika kita mengambil gambar awal seorang guru yang sedang duduk di depan kelas memberi penjelasan pada murid-murid. Pada shot awal kita mungkin menggunakan medium shot, tapi ketika kemudian guru tersebut berdiri dan menulis di papan tulis di belakangnya, kamera sudah selayaknya track back, agar tetap dapat “mewadahi”  guru yang telah berdiri tersebut. Pada gerakan track back ini, jangan terjadi terlalu awal atau terlambat, namun harus pas dengan gerakan si obyek. Hal ini juga yang kita lakukan dengan mata kita,yaitu selalu mengikuti dan menyesuaikan bidang penglihatan agar obyek tetap terus terlihat dengan  baik.
d)Bedakanlah ukuran-ukuran shot (size) jika mengambil suatu obyek  bergerak  berulang-ulang. Minimal dua ukuran shot yang berbeda.
Contohnya : jika anda mengambil  gambar peristiwa  demonstrasi di sebuah tempat misalnya, ambilah  gambar adegan-adegan disanadengan beberapa type ukuran shot. Misalnya anda mengambil sekelompok demonstran yang sedang mengelilingi seorang demonstran yang sedang berorasi dengan full shot(FS), maka usahakan pada shot berikutnya anda mengambil sang  orator itu sendiri dalam close up (CU) atau medium close up (MCU)
Setelah itu jika anda menyambung lagi dengan mengambil sekelompok demonstran dari posisi pertama, dengan shot yang pertama lagi, tidak akan terjadi suatu “lompatan” (jumping) akibat ukuran gambar sama, tetapi posisi pasti tidak bisa persis sama .
“Lompatan” atau jumping terjadi jika dua buah adegan yang sama  diambil dengan size shot  yang sama,  disambung dalam editing. Apalagi untuk shot berukuran besar seperti close up (CU) .Akan terasa gambar itu seperti meloncat sekejap, akibat posisi obyek yang sama , hanya sedikit berbeda jaraknya.
Demikian juga angle pengambilan, usahakanlah tidak hanya statis dari satu sudut saja. Dengan mengambil gambar-gambar  bervariasi ukuran shot-nya, anda  telah menyediakan stock shot untuk keperluan transisi pada saat pengeditan nanti.
III.FILOSOFI TELEVISI ADALAH CLOSE UP
Dalam pemilihan ukuran shot, jangan segan-segan memilih ukuran besar untuk wajah seseorang. Ukuran close up (CU) atau big close up (BCU) sangat sering digunakan . Pengambilan wajah seseorang dengan ukuran besar tersebut akan menimbulkan karakter  dan emosi obyek lebih muncul.
Cobalah mengambil profil wajah seorang obyek yang sedang marah dengan CU, bedakan dengan pengambilan berukuran MCU (Medium Close up)yang diambil dari depan obyek.
Pada dasarnya tayangan di televisi lebih menyukai  pengambilan gambar dengan size close up, karena pengaruh ekspresi tokoh dalam televisi menjadi lebih kuat.
Kita hanya harus menghindari kesalahan  pengambilan gambar dari sudut yang  mengakibatkan  secara psikologis  justru berlawanan.
Contohnya : untuk menampilkan seorang obyek yang berkedudukan tinggi atau gagah dan berwibawa, ambilah obyek tersebut dengan low angle, maka obyek tersebut akan berkesan lebih berwibawa. Namun juga harus diamati lebih dulu, apakah si orang yang menjadi obyek itu mempunyai lubang hidung yang besar mendongak atau tidak, memiliki gigi menjorok (tonggos) atau tidak, Sebab jika demikian, maka  sudut low angle yang kita ambil untuk  merekamnya justru akan mempermalukan sang obyek, karena sisi kekurangannya justru akan terekspose.
Demikian juga untuk orang yang botak, sebaiknya kita tidak mengambilnya dengan high angle.
Tujuan pemilihan angle adalah memperoleh kesan maksimal yang sebaik-baiknya dapat dilakukan dengan kamera.
Sebaliknya jika kita mengambil obyek yang  patut dikasihani atau  seorang “pecundang”, maka pengambilan obyek tersebut dengan high angle akan lebih menampakkan kesan tersebut. Sekali lagi, hal tersebut hanyalah kesan secara psikologis, yaitu  mengumpamakan diri kita sebagai “mata” dari kamera.
Selain itu high angle sangat baik untuk mengambil situasi ditempat kejadian sebuah peristiwa, misalnya sebuah karnaval sedang berlangsung di jalan. Sedangkan untuk meliput suatu daerah yang baru saja dilanda tsunami sebaiknya di liput dari udara (dengan helicopter misalnya), dengan suatu angle yang disebut sebagai bird’s eye, yaitu  pandangan seekor burung yang menyaksikan pemandangan dari udara sambil terbang.
IV.FOCUS & ZOOM

Salah satu hal yang paling menjengkelkan ketika menyaksikan hasil pengambilan gambar adalah TIDAK FOCUS.
Semua camcorder modern sekarang ini dilengkapi dengan fitur AUTO FOCUS.
Apalagi handycam. Dengan auto focus, kamera langsung mengatur titik focus pada obyek yang ada di depan lensa kamera pada saat itu. Otomatis ketika kamera bergerak ke lain obyek atau berpindah posisi, focus nya otomatis berubah lagi, disesuaikan dengan obyek baru yang berada di depan lensa, artinya obyek-obyek lain yang tidak berada pada titik focus kamera akan tidak jelas. Akibatnya banyak  orang yang tidak mengerti kapan menggunakan fitur auto focus akan menghasilkan gambar yang buruk  dan mengecewakan.
Oleh karena itu gunakanlah pengaturan focus  manual sebelum pengambilan obyek-obyek yang  berada pada  tempat terbuka, apalagi dengan banyak latar belakang. Caranya adalah: Pada saat kamera mulai di  ‘ON’ kan(belum RECORD,  masih PAUSE), tekan tombol zoom (in) sampai mentok pada sebuah obyek  yang cukup jauh, katakanlah seekor kerbau. Setelah kerbau tersebut terlihat sangat focus (jelas), silahkan  menekan zoom out menuju obyek lain yang ingin diambil. Jika sudah sesuai size shot  dari obyek yang akan diambil, barulah pencet tombol RECORD. Dengan cara itu focus dari obyek-obyek yang diambil lebih dekat jaraknya dari obyek kerbau akan terekam dengan jelas,focus.
Yang juga tidak kalah menjengkelkan adalah  penggunaan zoom yang sembarangan. Handycam sekarang ada yang mempunyai pembesaran digital sampai 300 X (300 kali) Hal ini menyebabkan  obyek gambar yang diambil dengan zoom terbesar akan sangat bergetar, karena sedikit saja tangan kita yang memegang kamera itu bergerak, obyek yang sangat jauh tapi sedang ‘didekatkan menjadi sangat dekat’ itu akan berguncang hebat. Gerakan sebesar 10  di tangan kameramen akan diperbesar sebanyak 300 kali pada obyek, akibatnya obyek menjadi sangat berguncang.
Untuk mengurangi guncangan seperti itu, jangan melakukan zoom in terlalu besar pada obyek yang terlalu jauh. Kecuali anda menggunakan sebuah tripod.
Jangan melakukan zoom in atau zoom out dengan tersendat-sendat. Sangat tidak enak disaksikan. Ajrut-ajrutan. Juga jangan membuat shot dengan zoom in lalu zoom out berulang-ulang. Memang ada jenis shot yang dikenal dengan sebutan PUMPING SHOT (seperti orang memompa) ,yaitu penggunaan zoom inzoom out secara cepat dilakukan beberapa kali. Namun itu adalah dengan suatu kesengajaan untuk menimbulkan effect kreatif atau ‘becanda’
Untuk sementara rasanya  sudah cukup. Dengan telah mengetahui berbagai tips pengambilan gambar di atas, maka rasanya anda telah mempunyai cukup bekal untuk melakukan pengambilan gambar. Nah tunggu apa lagi ? segeralah mencari peristiwa untuk melatih ketrampilan dan memulai jam terbang anda yang pertama!
V.BAHASA GAMBAR
Tak ubahnya seperti bahasa verbal  yang kita gunakan sehari-hari untuk berkomunikasi, para pembuat  karya rekam tayang juga harus ‘mengkomunikasikan’  karya mereka melalui sebuah bahasa yang dikenal sebagai bahasa gambar. Sebuah film menunjukkan cara seorang sineas bertutur melalui bahasa gambar.
Bertutur melalui bahasa gambar merupakan keahlian tersendiri bagi setiap sineas. Jika seorang penulis novel menuturkan kisahnya melalui  tulisan,maka seorang sineas menuturkan kisah melalui gambar,yang disebut  film . Oleh karena itu film yang baik harus mampu  menyuguhkan cerita dalam adegan-adegan ataupun shot-shot yang  mampu bicara, mampu memperlihatkan  dan menggugah emosi.
Seperti juga para penulis yang memiliki gaya bahasa-gaya bahasa masing-masing, setiap sineas juga  memiliki gaya bertutur melalui bahasa gambar yang sesuai dengan gaya mereka masing-masing.
Contoh puisi karya   Chairil Anwar di bawah ini,dapat menjelaskan gaya seorang penyair mengungkapkan perasaan.
AKU
Oleh : Chairil Anwar S

Kalau sampai waktuku
Ku mau tak seorang kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku   Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari   Berlari hingga hilang pedih peri
Dan aku akan lebih tidak peduli. Aku mau hidup seribu tahun lagi

Tentu saja seorang  yang awam  , tak  dapat mengungkapkan deskripsi diri sehebat  Chairil Anwar . Mungkin dengan gaya bahasanya sendiri, jika dia diberi tema yang sama untuk mendeskripsikan dirinya yang sedang sekarat, bahasanya kurang lebih akan seperti di bawah ini:
AKU
Oleh : Orang Awam
Kalau nanti aku sudah tua dan sakit-sakitan,mendekati ajal, maka aku ingin jangan ada seorangpun dari kalian  yang mencoba-coba untuk berdoa atau memohon kepada Tuhan YME
                            agar sakitku disembuhkan dan umurku dipanjangkan.                                                                                                          Kamu juga jangan ya sayangku,kekasih hatiku…                                                                                      janganlah engkau nanti menangisi kematianku, aku ini orang yang tak berguna, parah dan banyak dosa, aku penghianat yang  dibenci kawan-kawanku semua….                                                                          dsb dsb dst dst…
Dapat kita rasakan bersama bahwa gaya bahasa orang awam  terasa  ‘kurang tajam’ ,tidak menggigit, kurang keren, sehingga berkesan sebagai ungkapan  yang  ‘biasa-biasa saja’.  Dalam bahasa gambar,seorang sineas juga harus berusaha agar  filmnya tidak biasa-biasa saja,sehingga ia harus memeras imajinasi dan sense of art  nya.Jika kita saksikan sebuah film yang dibuat oleh seseorang amatiran, pasti gambar-gambar yang disajikan kurang menarik,seringkali lebay (berlebih-lebihan).Hal ini disebabkan orang awam/amatiran tidak mengenal gaya bahasa gambar.Tentu saja acting para pemain ikut menentukan kualitas sebuah film, namun  secara lebih kongkrit, seorang sineas harus mengerti dengan baik  teknik-teknik dan gaya pengambilan  gambar. Hal ini dapat dipelajari secara umum melalui pemahaman tentang  apa itu komposisi gambar, filosofi sudut-sudut pengambilan gambar dan pergerakan kamera. Selain itu seorang sineas (dalam hal ini adalah sutradara) harus mampu mengarahkan gaya (men-direct /menyutradarai) pemain, sehingga tercapai  adegan yang diinginkan, sesuai dengan tuntutan cerita dan emosi yang hendak dicapai. Bukan membiarkan pemain melakukan acting sendiri-sendiri semaunya.Sebelum melakukan pengambilan gambar,sutradara sering meminta seorang juru gambar membuat story board terlebih dahulu, untuk menggambarkan ide pengambilan gambarnya nanti, agar cameraman dan para pemain tahu persis apa keinginan sutradara dalam mewujudkan bahasa gambarnya.
contoh-contoh story board
 
















Para pekerja film / film maker  yang terdiri dari produser, sutradara,cameraman,lightingman, audioman,penulis naskah,pembangun set, juru make up, juru tata busana, juru efek, dll.bekerja sama  dalam pembuatan film agar dapat membuat sebuah film yang mampu bertutur dalam bahasa gambar yang sebaik-baiknya.
Untuk sedikit lebih menjelaskan, perhatikanlah video-video  promo  dari film-film yang akan diputar di televisi. Disitu seorang pembuat video promo sudah berhasil mengumpulkan dan menemukan adegan-adegan terhebat dalam sebuah film, yaitu adegan-adegan yang secara sangat  kuat mampu berbicara dalam bahasa gambar.


sumber : http://sinema60jakarta.wordpress.com
Share artikel ini :

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. YUYUD CINEMATOGRAPHY - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger